Tangan
sudah menerima
Namun
mulut tak kunjung bersuara
Mata
sudah bertemu mata
Namun
mulut tetap diam seribu bahasa
Dalam
berkawan
Tak
jarang kita memilih teman
Lebih
memilih yang beristana daripada yang bergubuk
Lebih
memilih yang jelita daripada yang buruk rupa
Jendela
tetap tak kunjung terbuka
Ketika
di luar terdapat sepasang tangan kecil kotor yang meminta
Namun
tak sukar bagi kita ‘tuk menurunkan kaca
Saat
tangan hendak membuang sampah
Apakah
ini negara yang kita banggakan?
Kata
mereka kita ramah selalu
Kata
mereka kita bersatu padu
Kata
mereka tak sukar bagi kita ‘tuk mengulurkan tangan!
Kata
mereka kita cinta lingkungan
Kata
mereka kita manusia berbudaya
Namun
sayangnya
Itu
semua hanya “kata mereka”
Apalah
arti ribuan kata
Bila
tidak diikuti dengan sebuah tindakan nyata?
Sesulit
itukah bagi kita
Untuk
menjaga keramah-tamahan tetap terpelihara
Membuat
mulut melontarkan kata ‘terima kasih’
Membuat
mulut membentuk lengkung senyum nan indah
Layaknya
keramahan yang suku Baduy pelihara
Sesulit
itukah bagi kita
Untuk
menjaga kepedulian tetap hidup di antara kita
Mengulurkan
tangan pada mereka yang meminta
Layaknya persaudaraan yang
suku Baduy punya
Sesulit
itukah bagi kita
Untuk
menjaga api persatuan tetap membara
Berkawan
dengan siapa saja
Layaknya
persatuan yang suku Baduy jaga
Meski
kemajuan zaman kian melanda
Sesulit
itukah bagi kita
Untuk
memelihara kekayaan alam yang kita punya
Alih-alih
merusaknya dengan tumpukan sampah yang tak ada habisnya
Layaknya
yang suku Baduy lakukan terhadap alam mereka
Menjaga
alam dengan segenap jiwa
Inilah
saatnya bagi kita
Untuk
mengembalikan kepribadian Indonesia seperti dahulu kala
Mempertahankan
nilai-nilai kebudayaan bangsa
Layaknya
suku Baduy yang teguh mempertahankan budaya mereka
Meski
arus waktu terus meggerus
Dan
roda zaman terus menggilas
*puisi
ini terinspirasi pada saat saya kepedalaman baduy tengah sekitar 2 tahun lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar